Metode translasi ke dalam mata uang fungsional digunakan
apabila mata uang fungsional anak perusahaan (subsidiary) bukan mata uang lokal
yang berlaku dimana anak perusahaan beroperasi. Dua indikasi lain selain
mata uang fungsional yang bukan mata uang lokal yang bisa digunakan sebagai
patokan untuk menggunakan metode ini, yaitu:
Anak perusahaan (subsidiary) memiliki pola operasional yang
terintegrasi begitu dekat dengan perusahaan induk. Misalnya: sebagian poses
pembuatan barang dagangan di buat di anak perusahaan dan sebagiannya lagi di
perusahaan induk, atau sebagian besar produk yang dijual di perusahaan anak
adalah hasil produksi perusahaan induk atau sebaliknya.
Harga jual barang/jasa dipengaruhi oleh mata uang selain mata uang lokal; atau sebagian besar pendanaan, penjualan, dan pengeluaran
(cost & expenses) didenominasi (alias diukur) dalam satuan nilai selain mata uang lokal.
Dalam menggunakan metode tranlasi ini, anda mentranslasikan
item-item yang bersifat moneter (alias monetary items, yaitu: kas dan
transaksi-transksi yang dilunasi dengan kas, misalnya: piutang, utang dengan menggunakan RATE PENUTUPAN (closing rate) pada tanggal laporan keuangan
anak perusahaan.
Sedangkan akun aset dan liabilitas lainnya (persediaan, prepaid, aset tak
lancar, dan ekuitas) di translasikan dengan menggunakan rate pertukaran yang
berlaku pada tanggal (saat) masing-masing transaksi terjadi.
Berikut dalah prosedur lengkapnya:
Langkah-1. Pastikan bahwa mata uang fungsional anak
perusahaan BUKAN mata uang lokal yang berlaku dimana anak perusahaan beroperasi
(mengenai konsep mata uang fungsional silahkan baca part 1).
Langkah-2. Pergunakan ‘nilai tukar’, sesuai dengan situasi
yang ada, untuk mentranslasikan laporan keuangan anak perusahaan ke dalam mata
uang fungsional. Berikut adalah ‘nilai-tukar’ yang dipergunakan untuk
masing-masing akun:
- Pergunakan rate penutupan (closing rate) pada tanggal laporan keuangan anak perusahaan untuk: semua akun yang tergolong monetary items (kas dan transkasi-transkasi yang diselesaikan/dilunasi dengan kas).
- Pergunakan rate historis (yang berlaku pada saat transaksi terjadi) untuk: semua non-monetary items (aset dan liabilitas yang tidak diselesaikan dengan kas) yang diukur menggunakan cost historis dalam mata uang asing, misalnya: persediaan, aset tak lancar, intangible termasuk penyusutan dan amortisasi dan ekuitas yang diukur dengan menggunakan cost histories.
- Pergunakan nilai tukar yang berlaku pada saat PENENTUAN NILAI WAJAR (fair value) dilakukan untuk: semua non-monetary items yang diukur dengan menggunakan nilai wajar, dalam mata uang asing.
- Pergunakan nilai tukar rata-rata tertimbang (weighted average) untuk: semua item pendapatan dan biaya, kecuali yang sudah menggunakan nilai tukar yang sesuai saat transkasi (atau sudah diketahui).
Langkah-3. Catat (atau akui) selisih rate ke dalam
Laba/Rugi.
Langkah-4. Sebagai langkah akhir (setelah translasi ke mata
uang fungsional selesai dilakukan dan selisih rate telah diakui), apabila mata
uang fungsional TIDAK SAMA dengan mata uang pelaporan, tentunya masih
harus mentranlasikannya lagi ke mata uang pelaporan (lihat prosedurnya di part
1).
Translasi Untuk Tranaksi-Transaksi Dengan Mata Uang Asing
prosedur ini BERLAKU UMUM, dalam pengartian: berlaku untuk
semua transaksi yang menggunakan mata uang asing, di PERUSAHAAN MANAPUN (baik
perusahaan induk yang memiliki anak perusahaan maupun perusahaan tunggal yang
tidak memiliki anak perusahaan), sepanjang itu berupa transkasi yang
menggunakan mata uang asing. Itu sebabnya mengapa prosedur ini dipisahkan dari
2 metode sebelumnya (di part 1 dan 2).
Dalam mentranslasikan Laporan Laba Rugi, bisa jadi anda
menemukan item-item laba rugi yang dipengaruhi oleh item-item Neraca yang sudah
ditranslasikan dengan menggunakan nilai tukar historis khususnya non-monetary
items. Misalnya: Harga Pokok Penjualan (COGS) dipengaruhi oleh nilai persediaan
(di Neraca) yang sudah ditranslasikan dengan menggunakan rate pada saat
persediaan diproduksi. Dalam kondisi demikian, untuk mentranslasikan COGS harus menggunakan nilai tukar (rate) yang sama seperti yang digunakan dalam
mentranslasikan persediaan (di Neraca). Pendekatan yang sama bisa digunakan
untuk kondisi-kondisi serupa, misalnya: untuk biaya penyusutan dan amoritisasi.
Bagaimana prosedurnya?
Pada dasarnya, transaksi dengan mata uang asing anda
konversikan ke dalam mata uang pelaporan dengan menggunakan spot exchange rate (sejauh - jauhnya menggunakan closing rate) pada tanggal masing-masing transaksi.
Selanjutnya anda perlu membuat adjustment pada saldo akun
yang didenominasi dengan menggunakan mata uang asing (selain mata uang
pelaporan), pada tanggal laporan keuangan (baik tahunan maupun interim) agar
mewakili perubahan rate yang terjadi sejak laporan keuangan sebelumnya dibuat
(atau sejak transkasi terjadi jika itu dalam periode yang sama)
Selisih yang timbul akibat konversi (populer dengan istilah selisih rate) diakui langsung di Laporan Laba Rugi untuk periode pasa saat
selisih terjadi.
Berikut adalah ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan:
Jika perusahaan terlibat langsung dalam transaksi yang
menggunakan mata uang selain mata uang melaporan, maka ADJUSTMENT SELISIH yang
timbul akibat konversi rate (dari mata uang asing ke mata uang pelaporan)
langsung diakui sebagai LABA/RUGI di LAPORAN LABA RUGI dalam periode itu juga.
Selisih (laba/rugi) rate TIDAK dibuatkan adjustment untuk
transkasi-transaksi yang masuk ke dalam item laporan keuangan bersifat jangka
panjang yang menggunakan metode EQUITY. Ciri utama item jenis ini yaitu:
tanggal penyelesaian (atau pelunaasan) belum diketahui denga pasti. Untuk kasus
ini, anda sebaiknya menggunakan prosedur seperti translasi laporan keuangan perusahaan
anak ke laporan keuangan perusahaan induk
Jika ada perubahan nilai tukar yang bersifat material yang
mempengaruhi laporan keuangan anak perusahaan, dan terjadinya setelah tanggal
laporan keuangan anak perusahaan—yang telah diikutsertakan dalam laporan
keuangan yang akan diaudit, maka anda perlu memberikan penjelasan mengenai
perubahan tersebut di dalam Rincian dan Penjelasan Laporan Keuangan (footnote).
Footnote Yang Diperlukan Sehubungan Dengan Translasi Mata
Uang Asing
Banyak transaksi dan item (dalam laporan keuangan) yang
tidak bisa dipahami begitu saja oleh pembaca laporan keuangan terutama
investor, terlebih-lebih laporan keuangan yang disusun dengan melalui proses
translasi.
Masalahnya, adalah tidak mungkin bagi akuntan (dan orang
accounting yang menyusun laporan keuangan pada umumnya) untuk menyertakan
setiap fase rincian kalkulasi ke dalam laporan keuangan. Untuk itulah footnote
diperlukan.
Dalam laporan keuangan yang disusun melalui proses
translasi, ada beberapa item yang karena kondisi tertentu, memerlukan footnote
khusus, diantaranya:
Laba/Rugi sehubungan dengan pertukaran mata uang (termasuk
translasi), harus dinyatakan dengan jelas dalam footnote. Contoh footnotenya
sbb:
- Entitas melakukan bisnis dengan beberapa perusahaan di Singapore sehubungan dengan aktivitas operasional ekspor-impor yang berkelanjutan. Hal ini menghasilkan beberapa utang yang didenominasi dalam satuan mata uang SIN$, dengan tunggakan berkisar antara Rp 250,000,000 hingga Rp 500,000,000 pada sewaktu-waktu. Perusahaan tidak melakukan aktivitas pemagaran (hedging) terhadap risiko fluktuasi nilai tukar yang mempengaruhi utang-utang tersebut. Selama periode pelaporan ini, entitas memperoleh manfaat berupa laba selisih kurs, pada utang-utang tersebut, dengan nominal sekitar Rp 75,000,000.”
Item selanjutnya yang membutuhkan footnote khusus yaitu akun Cadangan Translasi Mata Uang Asing di bagian “Ekuitas Pemilik” yang menampung
sekaligus mengakumulasikan selisih akibat translasi dari mata uang fungsional
anak perusahaan ke mata uang pelaporan perusahaan induk. Untuk item ini, anda
perlu menyertakan footnote yang menjelaskan mengenai:
(a) perubahan saldo pada
akun ini;
(b) nominal pajak penghasilan badan yang dialokasikan ke akun ini;
dan
(c) berapapun nilai nominal yang dikeluarkan dari akun ini akibat penutupan
atau penghentian operasional anak perusahaan. Berikut adalah contoh
footnotenya:
- Entitas menyajikan ringkasan semua selisih rate yang timbul dari translasi laporan keuangan tiga anak perusahaannya di luar negeri ke dalam laporan konsolidasi, di kelompok ekuitas laporan posisi keuangan. Selama periode laporan, saldo akun ini mengalami penurunan sebesar Rp 2,200,000, sehingga saldo laporan menjadi Rp 220,000,000, mencerminkan pengaruh rugi translasi kumulatif selama periode laporan. Sekitar 35% dari penurunan ini dapat diatribusikan ke perusahaan perkebunannya di Malaysia. Sisa penurunan yang 65% dapat diatribusikan ke dalam pengahapusan bertahap investasi pada anak perusahaan Takayama Co. Ltd di Jepang.”
Item terakhir. Seperti sudah saya sampaikan sebelumnya,
bahwa: perusahaan induk perlu membuat footnote untuk mencerminkan perubahan
nilai tukar bersifat material yang mempengaruhi laporan keuangan anak
perusahaan, dan perubahan tersebut terjadi setelah tanggal laporan keuangan
anak perusahaan. Contoh footnote nya adalah sebagai berikut:
- Sekitar 30% laba perusahaan diperoleh dari penjualan ke Bangkok, Thailand. Pada tanggal 20 Juanuari, setelah laporan ini dibuat, nilai tukar Thailand Bhat (THB) jatuh 15% dibandingkan nilai tukar pada tanggal Laporan Keuangan. Karena semua penjualan ke Thailand didenominasi dalam THB, hal ini mewakili potensi kerugian kerugian sekitar 15% ketika pendapatan dari pelanggan diterima dalam bentuk THB. Saat ini, penurunan nilai tersebut mewakili kerugian pertukaran mata uang asing kurang lebih Rp 280,000,000. Sampai saat laporan ini dirilis, belum ada pembayaran piutang diterima dari pelanggan, sehubungan dengan penjualan tersebut. Pembayaran semua penjualan baru akan diterima di akhir Februari, sehinga kemungkinan akan mengalami fluktuasi lebih lanjut sesuai dengan posisi tukar yang akan berlaku pada saat itu.”
Contoh-contoh footnote disajikan di atas hanya
contoh semata, untuk bisa dijadikan acuan dasar bagi mereka yang belum pernah
membuat footnotes untuk kasus tranlasi laporan keuangan.
Sumber : jurnalakuntansikeuangan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar